Arti Dan Makna Wawasan Wiyata Mandala

Kita sudah sering mendengar istilah Wawasan Wiyata Mandala ARTI DAN MAKNA WAWASAN WIYATA MANDALA
Kita sudah sering mendengar istilah Wawasan Wiyata Mandala. Lalu Apa Arti dan Makna Wawasan Wiyata Mandala ? Ayo simak klarifikasi berikut ini untuk mengetahui arti dan makna  Wawasan Wiyata Mandala, sehingga kita baik sebagai guru maupun sebagai siswa sanggup mengimplementasikannya.

A.    Arti dan Makna Wawasan Wiyata Mandala. Wawasan : Suatu pandangan atau perilaku yang mendalam terhadap suatu hakikat. Wiyata : Pendidikan Mandala : Tempat atau lingkungan. Wawasan Wiyata mandala yaitu perilaku menghargai dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sekolah sebagai daerah menuntut ilmu pengetahuan. Unsur-unsur wiyata mandala:
1.     Sekolah merupakan lingkungan pendidikan
2.     Kepala sekolah mempunyai wewenang dan tanggung jawab penuh atas    penyelenggaraan pendidikan dalam lingkungan sekolah.
3.     Antara guru dan orang bau tanah siswa harus ada saling pengertian dan kerjasama erat untuk mengemban kiprah pendidikan (hubungan yang serasi)
4.     Warga sekolah di dalam maupun di luar sekolah harus menjunjung tinggi martabat dan gambaran guru.
5.     Sekolah harus bertumpu pada masyarakat sekitarnya dan mendukung antarwarga.

B.    SEKOLAH DAN FUNGSINYA
Sekolah merupakan daerah penyelenggaraan PBM, menanamkan dan menyebarkan aneka macam nilai, ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan. Sekolah merupakan forum pendidikan formal daerah berlangsungnya PBM untuk membina dan mengembangkan:
1.        Ilmu pengetahuan dan teknologi
2.        Pandangan hidup/kepribadian
3.        Hubungan antara insan dengan lingkungan atau insan dengan Tuhannya
4.        Kemampuan berkarya.  

C.   FUNGSI SEKOLAH
Fungsi sekolah yaitu sebagai daerah masyarakat berguru alasannya yaitu mempunyai aturan/tata tertib kehidupan yang mengatur kekerabatan antara guru, pengelola pendidikan siswa dalam PBM untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dlam suasana yang dinamis.

D.   CIRI-CIRI SEKOLAH SEBAGAI MASYARALAT BELAJAR
Ciri-ciri sekolah sebagai masyarakat berguru yaitu :
1.        Ada guru dan siswa, timbulnya PBM yang tertib
2.        Tercapainya masyarakat yang sadar, mau berguru dan bekerja keras.
3.        Terbentuknya insan Indonesia seutuhnya.

E.    PRINSIP SEKOLAH
Sekolah sebagai Wiyata Mandala selain harus bertumpu pada masyarakat sekitarnya, juga harus mencegah masuknya faham perilaku dan perbuatan yang secara sadar ataupun tidak sanggup menjadikan kontradiksi antara sesama alasannya yaitu perbedaan suku, agama, asal/usul/keturunan, tingkat sosial ekonomi serta perbedaan paham politik. Sekolah dilarang hidup menyendiri melepaskan diri dari tantangan sosial budaya dalam masyarakat daerah sekolah itu berada. Sekolah juga menjadi suri referensi bagi kehidupan masyarakat sekitarnya, serta bisa mencegah masuknya perilaku dan perbuatan yang akan menjadikan pertentangan. Untuk itu sekolah mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut :
1.     Sekolah sebagai wadah/lembaga yang memperlihatkan bekal hidup. Dalam hal ini sekolah seharusnya bukan hanya sekedar forum yang mencetak para intelektual muda namun lebih dari itu sekolah harus menjadi rumah kedua yang memperlihatkan pelayanan dan pengalaman wacana hidup, mulai dari berorganisasi, bermasyarakat (bersosialisasi), pendidikan lingkungan hidup (PLH) atau bahkan pengalaman hidup yang sesungguhnya.
2.     Sekolah sebagai institusi daerah penerima didik berguru dibawah bimbingan pendidik. Bimbingan lebih dari sekedar pengajaran. Dalam bimbingan kiprah pendidik berubah dari seorang pendidik menjadi seorang orangtua bahkan menjadi seorang kakak.
3.     Sekolah sebagai forum dengan pelayanan yang adil/merata bagi stakeholdernya. Hal tersebut bisa berupa pemerataan kesempatan mendapat transfer of knowledge, maupun transfer of experience, dengan tanpa membedakan baik dari segi kemampuan ekonomi, kemampuan intelegensia, dan juga kemampuan fisik (gagasan sekolah inklusi).
4.     Sekolah sebagai forum pengembangan talenta dan minat siswa. Prinsip ini sejalan dengan teori multiple intelligence (Howard Gardner) yang memandang bahwa kecerdasan intelektual bukanlah satu-satunya yang perlu diperhatikan oleh forum pendidikan, terutama sekolah. Kemampuan bersosialisasi, kemampuan kinestik, kemampuan seni dan kemampuan-kemampuan lainnya juga perlu diperhatikan secara seimbang.
5.     Sekolah sebagai forum training potensi di luar intelegensi. Peningkatan kemampuan intelektual, emosional maupun kemampuan-kemampuan lainnya mendapat perhatian yang seimbang.
6.     Sekolah harus memperlihatkan perhatian serius untuk menyebarkan kemampuan emosional dan sosial, kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi, kemampuan bekerjasama dalam kelompok, dan lain-lain.
7.     Sekolah sebagai wahana pengembangan perilaku dan watak. Sikap sederhana, jujur, terbuka, penuh toleransi, rela berkomunikasi dan berinteraksi, ramah tamah dan bersahabat, cinta negara, cinta lingkungan, siap bantu membantu khususnya kepada yang kurang beruntung merupakan perilaku dan tabiat yang perlu dibuat di dalam lingkungan sekolah.
8.     Sekolah sebagai wahana pendewasaan diri. Di dalam dunia yang berubah begitu cepat, salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki tiap penerima didik yaitu kompetensi dasar: berguru secara mandiri. Dengan proses pendewasaan yang diberikan di sekolah, pendidik tidak lagi perlu menjejali pemikiran penerima didik dengan perintah. Lebih dari itu penerima didik akan mendapat sesuatu yang jauh lebih besar ketika ia mencari dan mendapat apa yang ia butuhkan untuk hidupnya.
9.     Sekolah sebagai bab dari masyarakat berguru (learning society). Sekolah bukan hanya sebagai daerah pembelajaran bagi penerima didik, namun juga seharusnya sekolah bisa menjadi sentra pembelajaran bagi masyarakat di lingkungan sekitar.

F.    PENGGUNAAN SEKOLAH
Sekolah sebagai suatu forum pendidikan yang diperuntukan sebagai daerah proses kegiatan berguru mengajar, tidak diperbolehkan dijadikan sebagai daerah :
1.     Ajang promosi /penjualan produk-produk perniagaan yang tidak bekerjasama dengan pendidikan.
2.     Sekolah merupakan lingkungan bebas rokok bagi semua pihak.
3.     Penyebaran aliran sesat atau penyebarluasan aliran agama tertentu yang bertentangan dengan undang-undang.
4.     Propaganda politik/kampanye.
5.     Shooting film dan atau sinetron tanpa seijin Pemerintah Daerah.
6.     . Kegiatan-kegiatan yang sanggup menjadikan kerusakan, perpecahan, dan perselisihan, sehingga menjadikan suasana sekolah tidak kondusif.

G.   PENATAAN WIYATA MANDALA DALAM UPAYA KETAHANAN SEKOLAH
1.     Ketahanan sekolah lebih menitikberatkan pada upaya-upaya yang bersifat preventif.
2.     Untuk menjadikan sekolah sesuai dengan tujuan dan fungsinya, perlu dilakukan penataan Wiyata Mandala di sekolah melalui langkah-langkah :
a)    Meningkatkan koordinasi dan konsolidasai sesama warga sekolah untuk sanggup mencegah sedini mungkin adanya kegiatan dan tindakan yang sanggup mengganggu proses berguru mengajar.
b)     Melaksanakan tata tertib sekolah secara konsisten dan berkelanjutan.
c)    Melakukan koordinasi dengan Komite sekolah dan pihak keamanan setempat untuk terselenggaranya ketahanan sekolah.
d)    Mengadakan penyuluhan bagi orangtua dan siswa yang bermasalah
e)    Mengadakan penyuluhan dan pembinanan kesadaran aturan bagi siswa.
f)      Pembinaan dan pengembangan keimanan, ketaqwaan, adat bermoral Pancasila, kepribadian sopan santun dan berdisiplin.
g)    Pengembangan budi para siswa, rajin belajar, gairah menulis, gemar membaca/ informasi/penemuan para ahli.
h)    Mengikutsertakan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler dan pengembangan diri.
i)      Mengadakan karya wisata dalam rangka pengembangan iptek.

H.   TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNGJAWAB KEPALA SEKOLAH DALAM HAL PELAKSANAAN WIYATA MANDALA
Kepala Sekolah sebagai pimpinan utama, bertugas dan bertanggung jawab memimpin penyelenggaraan berguru mengajar serta membina pendidik dan tenaga kependidikan serta membina kekerabatan kolaborasi dan kiprah serta masyarakat. Kepala Sekolah dalam melaksanakan penataan Wiyata Mandala di sekolah, dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan :
1.      Melaksanakan program-program yang telah disusun bersama Komite Sekolah.
2.      Menyelenggarakan musyawarah sekolah yang melibatkan pendidik, OSIS, Komite Sekolah, tokoh masyarakat serta pihak keamanan setempat.
3.     Menertibkan lingkungan sekolah baik yang berbentuk perangkat keras (sarana prasarana) dan perangkat lunak (peraturan-peraturan, tata tertib, tata upacara dan lain lain).
4.     Mengadakan pertemuan baik rutin maupun insidentil yang bersifat intern sekolah (kepala sekolah, pendidik, orangtua siswa, siswa).
5.     Menyelenggarakan kegiatan yang sanggup menunjang ketahanan sekolah menyerupai PKS, Pramuka, PMR, Paskibraka, kesenian dan sebagainya.

I.      MEKANISME DALAM PELAKSANAAN WIYATA MANDALA
Dalam rangka pelaksanaan Wiyata Mandala perlu upaya penang-gulangan secara dini setiap permasalahan yang timbul sehingga sanggup menghilangkan efek negatifnya, yaitu dilaksanakan secara terpadu, sedikit demi sedikit dan berlanjut sebagai berikut :
1.        Tahap Preventif Upaya untuk meniadakan peluang-peluang yang sanggup memungkinkan terjadinya kasus-kasus negatif di sekolah, melalui antara lain :
a)       Memelihara sekolah, dan lingkungan sekolah serta membuat kebersihan dan ketertiban biar siswa merasa nyaman dan menyenangkan dan tidak ada daerah tertentu yang dijadikan siswa untuk hal-hal negatif.
b)       Menciptakan suasana yang serasi antara pihak pendidik/staf dan siswa serta penduduk di sekitar sekolah.
c)        Membentuk jaring-jaring pengawasan/kontrol dan razia terhadap kegiatan siswa di lingkungan sekolah.
d)       Menghilangkan bentuk-bentuk perpeloncoan pada ketika MOS.
e)        Meminimalisir keterlibatan kelompok maupun perorangan dalam kegiatan sekolah.
f)         Mengisi jam-jam kosong dengan pelajaran atau kegiatan ekstra lainnya.
g)       Meningkatkan kegiatan ekstra kurikuler pada masa awal/akhir semester dan masa liburan sekolah.
h)       Peningkatan keamanan dan ketertiban khususnya pada ketika berangkat/ usai sekolah.
2.        Tahap Represif Upaya untuk menindak siswa yang telah melanggar peraturan-peraturan dan tata tertib sekolah. Upaya Represif menyerupai :
a)       Mendamaikan para pihak yang terlibat perselisihan berikut orangtua/pendidik pembinanya.
b)       Membatasi areal daerah terjadinya aksi.
c)        Menetralisir isu-isu yang berkembang dan mencegah timbulnya isu-isu baru.
d)       Berkoordinasi dengan pihak keamanan apabila terdapat pihak luar sekolah yang melanggar keamanan, ketertiban dan perbuatan kriminalitas di lingkungan sekolah.
e)        Mengungkap lebih lanjut keterlibatan pihak luar sekolah atas masalah yang timbul dan menuntaskan secara hukum.
f)         Mengikutsertakan para andal untuk mengadakan bimbingan dan penyuluhan.
g)       Memberikan hukuman sesuai tata tertib yang berlaku.
                                                          






= Baca Juga =



Related Posts

Post a Comment