Muhadjir Gagal Jadi Guru Malah Jadi Menteri Pendidikan

Muhadjir Gagal Kaprikornus Guru Malah Kaprikornus Menteri Pendidikan Muhadjir Gagal Kaprikornus Guru Malah Kaprikornus Menteri Pendidikan

Sempat gagal diterima sebagai guru sekolah menengah pertama, Muhadjir Effendy, 59 tahun, kini malah dipercaya Presiden Joko Widodo menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menggantikan Anies Baswedan.

"Saya dulu pengen menjadi guru SMP, ingin mengalahkan ayah saya yang kepala SD. Tapi ternyata saya tes, saya tidak diterima," kata Muhadjir ketika serah-terima jabatan di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta, Rabu, 27 Juli 2016. Padahal hasil tesnya meraih peringkat pertama.

Ternyata yang diterima sebagai guru Sekolah Menengah Pertama yakni penerima yang menerima peringkat kedua, dengan alasan, sebelumnya pernah magang di sekolah itu. Hal itu tidak pernah diumumkan sehingga kemudian beliau mengetahuinya sendiri.

Lantaran kecewa, Muhadjir sempat menggugat Tuhan dan tidak terima dengan kenyataan itu. "Ternyata, bayangkan bila saya menjadi guru SMP, saya tidak pernah bertemu dengan saudara-saudara sekalian. Kaprikornus apa yang berdasarkan kita bagus, belum tentu manis berdasarkan Tuhan," kata peraih Satyalencana Karya Satya XX pada 2010 itu.

Muhadjir, yang ketika ini juga menjabat Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang membidangi pendidikan, penelitian, dan pengembangan kebudayaan, dijadikan Menteri Pendidikan sempurna dua hari sebelum hari ulang tahunnya ke-60.

Ia mengaku tak pernah berpikir sebelumnya untuk menjadi menteri. Dia gres diberi tahu akan diangkat menjadi menteri pada Selasa malam kemarin. Sebelumnya, pada 25 Juli 2016, beliau diminta tidak meninggalkan Jakarta. "Jabatan ini pemberian, tidak pernah terpikirkan sebelumnya," ucapnya.

Pendidikan sekolah dasar sampai menengah ia tempuh di kota kelahirannya, yakni Madiun. Kemudian dilanjutkan ke pendidikan sarjana muda Fakultas Tarbiyah di Institut Agama Islam Negeri Malang (sekarang Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang).

Ia kemudian meneruskan pendidikan sarjana pendidikan sosial di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang (sekarang Universitas Negeri Malang). Pendidikan pascasarjana ia raih di Universitas Gadjah Mada dengan gelar magister manajemen publik dan aktivitas doktoral ilmu-ilmu sosial Universitas Airlangga, Surabaya.

Sewaktu kuliah di Universitas Negeri Malang, Muhadjir aktif di pers kampus dengan mendirikan koran kampus. Kariernya terus menanjak menjadi dosen di Universitas Negeri Malang dan Universitas Muhammadiyah Malang. Puncaknya, ketika ia diangkat menjadi Rektor Universitas Muhammadiyah Malang pada 2000-2016.

Selain pendidikan formal, Muhadjir mengikuti kursus singkat di bidang kebijakan pertahanan dan keamanan regional di Universitas Pertahanan Nasional, Washington, Amerika Serikat, serta manajemen pendidikan menengah di Universitas Victoria, Kanada.

Terpilihnya Muhadjir sebagai Menteri Pendidikan seakan menjalankan tradisi usang di pemerintahan. Jabatan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan selalu diisi kader-kader Muhammadiyah. Pada awal pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, tidak ada satu pun kader Muhammadiyah yang diberi posisi sebagai menteri.

Pada ketika Rektor UMM Malik Fadjar menjabat, Muhadjir menjabat Pembantu Rektor III UMM. Di kemudian hari, Malik Fadjar menjabat Menteri Pendidikan Nasional pada kurun Kabinet Gotong Royong.

Menurut Muhadjir, Presiden Jokowi hanya meminta fokus pada dua hal, yakni Kartu Indonesia Pintar (KIP), yang bertujuan semoga bawah umur Indonesia sanggup mengakses pendidikan dan pendidikan vokasi. Pendidikan vokasi bertujuan untuk penyediaan tenaga kerja. "Untuk kurikulum dan guru, tidak ada masalah. Itu merupakan problem klasik yang harus tetap diselesaikan." Ia berjanji akan mengkaji problem guru honorer.

Muhadjir juga akan meneruskan aktivitas yang dirintis menteri sebelumnya alasannya aktivitas yang sudah berjalan tidak sanggup dipenggal-penggal. "Saya perlu mengkaji program-program sebelumnya semoga tidak terputus." Begitu juga struktur organisasi di Kementerian, yang tak ingin terburu-buru ia rombak. Jika tidak perlu, beliau tidak akan mengubahnya.

sumber:nasional.tempo.co

Related Posts

Post a Comment