TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK |
A. Pengertian Belajar Menurut Pandangan Teori Behavioristik
Menurut teori behavioristik, berguru yakni perubahan tingkah laris sebagai akhir adanya interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan). Dengan kata lain, berguru merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laris dengan cara yang gres sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah berguru sesuatu kalau ia sanggup memperlihatkan perubahan pada tingkah lakunya.
Menurut teori behavioristik, berguru yakni perubahan tingkah laris sebagai akhir adanya interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan). Dengan kata lain, berguru merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laris dengan cara yang gres sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah berguru sesuatu kalau ia sanggup memperlihatkan perubahan pada tingkah lakunya.
Menurut teori ini hal yang paling penting yakni input (masukan) yang berupa stimulus dan output (keluaran) yang berupa respon. Menurut toeri ini, apa yang tejadi diantara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan lantaran tidak sanggup diamati dan tidak sanggup diukur. Yang sanggup diamati hanyalah stimulus dan respon. Oleh alasannya itu, apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa yang dihasilkan siswa (respon), semuanya harus sanggup diamati dan diukur. Teori ini lebih mengutamakan pengukuran, alasannya pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadinya perubahan tungkah laris tersebut. Faktor lain yang juga dianggap penting yakni faktor penguatan. Penguatan yakni apa saja yang sanggup memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan diitambahkan maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi maka responpun akan dikuatkan. Jadi, penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan terjadinya respon.
Tokoh-tokoh aliran teori belajar behavioristik diantaranya:
1. Thorndike
Menurut thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Dan perubahan tingkah laris merupakan akhir dari kegiatan belajar yang berwujud konkrit yaitu sanggup diamati atau berwujud tidak konkrit yaitu tidak sanggup diamati. Teori ini juga disebut sebagai aliran koneksionisme (connectinism).
2. Watson
Watson adalah seorang tokoh aliran behavioristik yang datang setelah Thorndike. Menurutnya, belajar yakni proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Dengan kata lain, walaupun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap hal -hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam benak siswa itu penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum lantaran tidak sanggup diamati.
Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu -ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh sanggup diamati dan sanggup diukur. Asumsinya bahwa, hanya dengan cara demikianlah maka akan sanggup diramalkan perubahan-perubahan apa yang bakal terjadi setelah seseorang melakukan tindak belajar. Pemikiran Watson (Collin, dkk: 2012) sanggup digambarkan sebagai berikut:
Menurut Watson, belajar merpakan proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laris yang sanggup diamati dan sanggup diukur. Dengan kata lain, meskipun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam bentuk benak siswa itu penting, namun semua itu tidak sanggup menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum lantaran tidak sanggup diamati. Jadi, Para tokoh aliran behavioristik cenderung untuk tidak memperhatikan hal -hal yang tidak dapat diukur dan tidak dapat diamati, seperti perubahan -perubahan mental yang terjadi saat belajar, walaupun demikian mereka tetap mengakui hal itu penting.
3. Clark Hull
Clark Hull juga memakai variable hubangan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian perihal belajar. Namun ia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Baginya, menyerupai teori evolusi, semua fungsi tingkah laris bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh alasannya itu, teori ini menyampaikan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis yakni penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kepingan manusia, sehingga stimulus dalam belajar pun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis,walaupun respon yang akan muncul mungkin sanggup majemuk bentuknya.
4. Edwin Guthrie
Demikian juga Edwin, ia juga memakai variabel stimulus dan respon. Namun ia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus bekerjasama dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana Clark Hull. Ia juga mengemukakan, biar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diharapkan aneka macam macam stimulus yang bekerjasama dengan respon tersebut.
5. Skinner
Skinner merupakan tokoh behavioristik yang paling banyak dipebincangkan, konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia bisa menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun sanggup memperlihatkan konsepnya perihal belajar secara lebih komprehensif.
Menurut Skinner, kekerabatan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya akan menimbu lkan perubahan tingkah laku. Pada dasarnya stimulus-stimulus yang diberikan kepada seseorang akan saling berinteraksi dan interaksi antara stimulus -stimulus tersebut akan menghipnotis bentuk respon yang akan diberikan. Demikian juga dengan respon yang dimunculkan inipun akan mempunyai konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang pada gilirannya akan mempengaruhi atau menjadi pertimbangan munculnya perilaku. Oleh sebab itu, untuk memahami tingkah laku seseorang secara benar, perlu terlebih dahulu memahami kekerabatan antara stimulus satu dengan lainnya, serta memahami respon yang mungkin dimunculkan dan aneka macam konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagai akhir dari respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan memakai perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab, setiap alat yang digunakan perl u klarifikasi lagi, demikian seterus nya.
Pandangan teori berguru behavioristik ini cukup lama dianut oleh para guru dan pendidik. Namun dari semua pendukung teori ini, teori Skinerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program -program pembelajaran menyerupai Teaching Machine , Pembelajaran berprogram, modul, dan acara -program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus –respons serta mementingkan faktor -faktor penguat (reinforcement), merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena sering kali tidak bisa menjelaskan situasi belajar yang kompleks, alasannya banyak variable atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Contohnya, seorang siswa akan sanggup belajar dengan baik setelah diberi stimulus tertentu. Tetapi setelah diberi stimulus lagi yang sama bahkan leb ih baik, ternyata siswa tersebut tidak mau belajar lagi. Di sinilah persoalannya, ternyata teori behavioristik tidak bisa menjelaskan alasan -alasan yang mengacaukan kekerabatan antara stimulus dan respon ini. Namun teori behavioristik dapat mengganti stimulu s satu dengan stimulus lainnya dan seterusnya hingga respon yang diinginkan muncul. Namun demikian, persoalannya yakni bahwa teori behavioristik tidak sanggup menjawab hal -hal yang mengakibatkan terjadinya penyimpangan antara stimulus yang diberikan dengan re sponnya.
Sebagai contoh, motivasi sangat berpengaruh dalam proses belajar. Pandangan behavioristik menjelaskan bahwa banyak siswa termotivasi pada kegiatan-kegiatan di luar kelas (bermain video-game, berlatih atletik), tetapi tidak termotivasi mengerjakan tugas-tugas sekolah. Siswa tersebut mendapat pengalaman penguatan yang kuat pada kegiatan -kegiatan di luar pelajaran, tetapi tidak mendapat penguatan dalam kegiatan belajar di kelas.
Pandangan behavioristik tidak sempurna, kurang sanggup menjelaskan adanya variasi tingkat emosi siswa, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pel ajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur -unsur yang diamati tersebut.
Teori berguru behavioristik juga cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan siswa untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang berpengaruh dalam hidup ini yang mempengaruhi proses belajar. Jadi pengertian belajar tidak sesederhana yang dilukiskan oleh teori behavioristik.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan belajar. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi siswa untuk bebas berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie eksekusi memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu;
1) Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat se mentara.
2) Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi kepingan dari jiwa si terhukum) bila eksekusi berlangsung lama.
3) Hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman sanggup mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih jelek dari pada kesalahan yang diperbuatnya.
B. Hukum Belajar Berdasarkan Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa aturan belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1) Connectionism ( S-R Bond) berdasarkan Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
1. Law of Effect; artinya bahwa kalau sebuah respons menghasilkan imbas yang memuaskan, maka kekerabatan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan imbas yang dicapai respons, maka semakin lemah pula kekerabatan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
2. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada perkiraan bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini mengakibatkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
3. Law of Exercise; artinya bahwa kekerabatan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, kalau sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
2) Classical Conditioning berdasarkan Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1. Law of Respondent Conditioning yakni aturan adaptasi yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
2. Law of Respondent Extinction yakni aturan pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
3) Operant Conditioning berdasarkan B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1. Law of operant conditining yaitu kalau timbulnya sikap diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan sikap tersebut akan meningkat.
2. Law of operant extinction yaitu kalau timbulnya sikap operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan sikap tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant yakni sejumlah sikap yang membawa imbas yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh imbas yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri intinya yakni stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya menyerupai dalam classical conditioning.
4) Social Learning berdasarkan Albert Bandura
Teori berguru sosial atau disebut juga teori observational learning yakni sebuah teori berguru yang relatif masih gres dibandingkan dengan teori-teori berguru lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akhir reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan sketsa kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar berguru berdasarkan teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam berguru sosial dan watak terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian pola sikap (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pinjaman reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan menetapkan sikap sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang membuatkan teori berguru behavioristik ini, menyerupai : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak harmonis (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.
Dari beberapa tokoh teori behavioristik Skinner merupaka tokoh yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori behavioristik.
Aliran psikologi berguru yang sangat besar menghipnotis pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini yakni aliran behavioristik. Karena aliran ini menekankan pada terbentuknya sikap yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model kekerabatan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang berguru sebagai individu yang pasif. Respon atau sikap tertentu sanggup dibuat lantaran dikondisi dengan cara tertentu dengan memakai metode drill atau adaptasi semata. Munculnya sikap akan semakin kuat bila diberikan faktor-faktor penguat (reinforcement), dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Teori ini hingga kini masih merajai praktik pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan terang pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, menyerupai Kelompok Belajar, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan hingga di Perguruan Tinggi, pembentukan sikap dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau eksekusi masih sering dilakukan. Teori ini memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia kasatmata telah terstruktur rapi dan teratur, sehingga siswa atau orang yang berguru harus dihadapkan pada aturan-aturan yang terang dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.
Berdasarkan uraian di atas, Inti dari teori berguru behavioristik, yakni
1. Belajar yakni perubahan tingkah laku.
2. Seseorang dianggap telah berguru sesuatu kalau ia telah bisa memperlihatkan perubahan tingkah laku.
3. Pentingnya masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran yang berupa respon .
4. sesuatu yang terjadi diantara stimulus dan respon tidak dianggap penting sebab tidak bisa diukur dan diamati.
5. Yang bisa di amati dan diukur hanya stimulus dan respon.
6. Penguatan yakni faktor penting dalam belajar.
7. Bila penguatan ditambah maka respon akan semakin kuat , demikian juga kalau respon dikurangi maka respon juga menguat.
B. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktek pendidikkan dan pembelajaran hingga kini yakni aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model kekerabatan stimulus -responnya, mendudukkan orang yang berguru sebagai individu yang pasif. Respons atau sikap tertentu sanggup dibuat lantaran dikondisi dengan cara tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement, dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Istilah -istilah seperti hubungan stimulus -respon, individu atau siswa pasif, perilaku sebagai hasil belajar yang tampak, pembentukan perilaku (shaping ) dengan penataan kondisi secara ketat, reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam teori behavioristik. Teori ini hingga kini masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, menyerupai Kelompok bermain, Taman Kanak -kanak, Sekolah-Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai di Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau eksekusi masih sering dilakukan Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti; tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga berguru yakni perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar atau siswa. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Fungsi mind atau pikiran yakni untuk menggandakan struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir menyerupai ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia kasatmata telah tersetruktur rapi dan teratur, maka siswa atau orang yang berguru harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk sikap yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa atau siswa yakni obyek yang harus berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol berguru harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri siswa.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas “mimetic”, yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampilan yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan aksentuasi pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Thorndike (Schunk, 2012) kemudian merumuskan kiprah yang harus d ilakukan guru dalam proses pembelajaran, yaitu:
1. Membentuk kebiasaan siswa. Jangan berharap kebiasaan itu akan terbentuk dengan sendirinya
2. Berhati hati jangan smpai membentuk kebiasaan yang nantinya harus diubah. Karena mengubah kebiasaan yang telah terbent uk yakni hal yang sangat sulit.
3. Jangan membentuk dua atau lebih kebiasaan, jika satu kebiasaan saja sudah cukup
4. Bentuklah kebiasaan dengan cara yang sesuai dengan bagaimana kebiasaan itu akan digunakan.
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan berguru ditekankan sebagai kegiatan “mimetic” yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran dan penilaian menekankan pada hasil, dan penilaian menuntut satu balasan yang benar. Jawaban yang benar memperlihatkan bahwa siswa telah menuntaskan kiprah belajarnya.
Pada jaman modern ini, aplikasi teori belajar behavioristik berkembang pada pembelajaran dengan powerpoi nt dan multimedia. Dalam pembelajaran dengan powerpoint , pembelajaran cenderung terjadi satu arah. Materi disampaikan dalam bentuk powerpoint yang telah disusun secara rinci. Sementara itu pada pembelajaran dengan multimedia, siswa diharapkan memiliki pema haman yang sama dengan pengembang, materi disusun dengan perencanaan yang rinci dan ketat dengan urutan yang jelas, latihan yang diberikan pun cenderung memiliki satu jawaban benar. Feedback pada pembelajaran dengan multimedia cenderung diberikan sebagai penguatan dalam setiap soal, hal ini serupa dengan acara pembelajaran yang pernah dikembangkan Skinner (Collin, 2012), dimana Skinner mengembangkan model pembelajaran yang disebut “teaching machine” yang memperlihatkan feedback kepada siswa bila memperlihatkan balasan benar dalam setiap tahapan dari pertanyaan test, bukan sekedar feedback pada simpulan test.
Post a Comment
Post a Comment