Apa Itu Pembelajaran Kontekstual (Ctl)?
Istilah pembelajaran kontekstual menjadi hal yang hangat diperbincangkan bagi para guru ataupun orang lain yang bersangkutan dalam bidang pendidikan terutama di Indonesia. Paradigma bahwa ilmu pengetahuan ialah suatu rangkaian fakta dan data yang hanya diperoleh dengan cara dihafalkan agaknya ketika ini sudah layak untuk digantikan. Paradigma yang gres dan sedang ialah bahwa pengetahuan didapatkan dari pengalaman akseptor berguru itu sendiri. Pandangan yang dibangun ialah pembelajaran didasarkan dari percobaan, penalaran, dan pengalaman, tidak hanya bersumber dari hafalan semata. Pandangan inilah yang kemudian menjadi dasar dari pendekatan pembelajaran kontekstual yang sedang dicoba untuk diterapkan di pendidikan di Indonesia.
Metode Penerapan Pembelajaran Kontekstual
Asumsi dasar dari pembelajaran kontekstual atau contextual teaching learning (CTL) ini ialah pencarian konteks pengetahuan oleh akseptor berguru dengan dunia konkret melalui pemahaman wacana hubungan yang rasional dari pengetahuan dan dunia nyata. Pemahaman dibangun dari menghubungkan bahan yang dipelajari oleh siswa dengan pengalaman di keseharian, sehingga menjadikan dasar pengetahuan yang kuat. Output yang dihasilkan ialah siswa akan mempunyai pemahaman yang utuh dan mendalam alasannya ialah pengetahuan dibangun dari pengalaman, sehingga bisa menuntaskan masalah-masalah baru. Tidak sembarangan, penerapan CTL ini memakai beberapa metode mudah yang dirancang untuk menghasilkan output siswa yang diinginkan.
1. Kaitan dengan Tokoh
Mengaitkan mata pelajaran dengan seorang tokoh yang populer dan besar lengan berkuasa sanggup menjadi langkah awal dalam melaksanakan pendekatan pembelajaran kontekstual. Tokoh yang dikenalkan haruslah yang berkaitan dengan pelajaran, dan memakai prinsip ataupun konsep yang ada pada pelajaran. Ceritakan mengenai bagaimana tokoh tersebut memakai prinsip tersebut untuk karya ataupun pekerjaannya, sehingga siswa akan terinspirasi dan memahami kegunaan dari prinsip tersebut di kehidupan sehari-hari. Misalkan siswa diajarkan mengenai gaya angkat pada sayap pesawat pada pelajaran fisika, maka guru bisa menceritakan bagaimana B. J. Habibie mendesain sebuah pesawat. Hal ini dimaksudkan untuk memperlihatkan pengenalan awal dan memperlihatkan kesadaran wacana apa yang akan mereka pelajari. Jika sudah timbul kesadaran, otomatis akan timbul minat dan antusiasme terhadap apa yang akan dipelajari.
2. Jelaskan Tentang Manfaat Khusus dari Pelajaran yang Diajarkan
Seringkali ketika pelajaran matematika, siswa hanya diajarkan mengenai rumus dan turunannya, namun jarang sekali dijelaskan wacana penerapan, manfaat, atau tujuannya mempelajari hal tersebut. Hal ini menimbulkan tidak adanya motivasi dari siswa untuk mempelajari hal tersebut, selain demi kelulusan ataupun nilai yang anggun di sekolah. Ada baiknya sebelum memulai pelajaran, guru menjelaskan terlebih dahulu wacana apa saja manfaat khusus dari pelajaran yang akan diajarkan kepada akseptor didik. Tujuan dari langkah ini ialah siswa memahami apa saja kegunaan dari ilmu yang akan mereka pelajari. Dengan pemahaman ini diperlukan siswa akan lebih termotivasi dan semangat dalam pembelajaran.
3. Transfer Pengetahuan dengan Pola Deduktif
Pola pembelajaran yang deduktif berarti dengan memberikan sebuah bahan secara utuh terlebih dahulu, kemudian gres mendetail. Target dari teladan deduktif ini ialah siswa sanggup memahami konsep pengetahuan tersebut secara utuh dan komprehensif, tidak hanya terfokus pada satu hal saja. Setelah mempunyai pemahaman yang menyeluruh, gres dilakukan pembahasan mengenai hal yang lebih detail, hingga upaya pemecahan masalah. Berikan pertanyaan atau studi masalah yang melibatkan lebih dari satu aspek dalam materi, sehingga menjadikan pemahaman yang komprehensif dari siswa tersebut.
4. Pancing Pertanyaan dan Sifat Ingin Tahu
Rasa keingintahuan ialah hal yang merupakan akar dari pembelajaran kontekstual. Keinginan untuk mengetahui lebih dari sebuah ilmu ialah aspek penting dalam pembelajaran. Dengan rasa ingin tahu yang lebih, berarti siswa sudah ada ketertarikan terhadap bahan yang diajarkan. Hal ini juga sanggup berarti bahwa siswa sedang berfikir mengenai permasalahan yang belum diketahui permasalahannya. Pancing pertanyaan dan keingintahuan tersebut dengan banyak sekali hal, ibarat diskusi, brainstorming, atau soal-soal di tengah proses pembelajaran. Hal ini sekaligus mempunyai kegunaan untuk mengukur pemahaman dan ketertarikan dari apa yang siswa pelajari, serta memancing ide-ide dari akseptor didik.
5. Mengarahkan Peserta Didik pada Penemuan dan Pemodelan
Langkah selanjutnya dari penerapan pembelajaran kontekstual ialah pemodelan dan penemuan. Pemodelan akan mengarahkan akseptor didik pada pemahaman, alasannya ialah melihat eksklusif penerapan dari ilmu yang diajarkan. Berikan model untuk ditiru oleh siswa, sehingga ada pengalaman dan pengetahuan mengenai penerapan ilmu yang diajarkan. Sedangkan inovasi akan memperlihatkan pengalaman langsung, sekaligus memperlihatkan pemahaman wacana bahan yang diajarkan dari hal yang dilakukan sendiri oleh akseptor didik. Rancanglah sebuah eksperimen yang melibatkan prinsip dari ilmu yang diajarkan, kemudian ajaklah siswa memahami eksperimen tersebut terutama untuk memecahkan masalah.
6. Membuat Sistem Masyarakat Belajar
Metode learning in group atau berguru dalam kelompok ialah langkah yang perlu dilakukan dalam pembelajaran kontekstual. Arahkan akseptor didik dalam sistem masyarakat belajar, bisa berupa kerja kelompok, kelompok belajar, diskusi, koreksi silang, dan lain sebagainya. Hal ini dimaksudkan semoga pembelajaran juga didapatkan dari hasil bertanya ataupun diskusi dengan akseptor didik lainnya. Dengan langkah ini akseptor didik yang belum tahu akan menjadi tahu. Siswa yang sudah tahu pun sanggup memperlihatkan pengetahuannya kepada temannya, sehingga ada nilai tambah juga berupa interaksi sosial yang terjadi. Metode ini pun lebih efektif dari sisi waktu jikalau dibandingkan dengan bertanya eksklusif ke guru.
7. Refleksi di Akhir Pembelajaran
Hal yang merupakan salah satu langkah penerapan dari pembelajaran kontekstual ini berarti berfikir lagi wacana apa saja yang sudah dipelajari. Peserta didik diajak untuk mereview, menganalisis, dan mengingat kembali pengetahuan yang sudah diterima dan diproses sebelumnya. Tujuan dari langkah ini ialah akseptor didik sanggup menambah dan merekonstruksi pengetahuan menurut ilmu yang telah dipelajari dan dipahami sebelumnya.
8. Penilaian Otentik
Inti dari evaluasi otentik atau evaluasi yang bergotong-royong ialah dengan menilai apa-apa saja yang seharusnya dinilai. Gunakan prinsip penting dalam evaluasi otentik untuk mendapat nilai yang sebenarnya. Ukurlah aspek pembelajaran secara utuh, mulai dari proses, kemudian kinerja, hingga output atau produk yang dihasilkan. Penilaian pun tidak hanya ketika proses pembelajaran sudah selesai, namun selama proses pembelajaran berjalan pun perlu diambil nilainya. Gunakan pula lebih dari satu metode dan tumpuan untuk hasil evaluasi yang lebih objektif. Kuantitas ilmu bukanlah hal yang ditekankan pada evaluasi otentik yang ditekankan pada proses pembelajaran kontekstual ini, melainkan kualitas dan keahlian dalam penguasaan ilmu.
Selain langkah-langkah di atas, sarana pendukung pun perlu disiapkan, alasannya ialah pendekatan ini memakai banyak instrumen mulai dari lingkungan fisik ibarat laboratorium hingga instrumen sosial ibarat budaya. Berikut sekilas penerapan pembelajaran kontekstual bagi siswa di Indonesia ketika ini. Perlu dipahami terlebih dahulu bagaimana karakteristik dan sifat dari pelajar di Indonesia, alasannya ialah dalam CTL ini juga melibatkan banyak aspek interaksi sosial yang digunakan.
Post a Comment
Post a Comment